Tuesday 3 February 2015

Cinta?

Kepada cinta..

Cinta? Apa artinya? Seringkali aku mendengar orang-orang bertanya apa arti cinta. Seringkali aku mendengar seseorang melakukan banyak hal demi cinta. Hal baik, hal buruk, semua dilakukan demi cinta, katanya. Yang haram menjadi halal karena cinta.

Cinta. Bermacam-macam orang berbeda-beda dalam mendefinisikannya. Ada yang bilang, cinta itu adalah ketika Ibumu merawatmu, menjagamu, membesarkanmu, dan mendoakanmu dengan segenap keihlasan, tanpa lelah, tanpa pamrih, tanpa mengharap apapun sebagai imbalan. Ada yang bilang, cinta itu adalah ketika orang tuamu masih berbincang di hari tua tanpa perlu bersusah payah mencari bahan obrolan agar satu sama lainnya tak merasa bosan. Ada pula yang bilang, cinta itu adalah ketika kau menemukan seseorang yang kau rasa belahan jiwamu. Entah dari mana datangnya konsep belahan jiwa itu, namun katanya, seseorang akan tahu bahwa itu adalah belahan jiwa mereka.

Menurut Sapardi Djoko Damono, cinta itu sesederhana isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Menurut Soe Hok Gie, cinta adalah menghabiskan waktumu di sisi orang yang kau cintai, dan bicara tentang anjing-anjing yang nakal dan lucu. Sudjiwo Tedjo sendiri pernah mengatakan bahwa cinta tak butuh pengorbanan. Jika kau mendapati dirimu mulai berkorban, maka cintamu mulai pudar.

Bagiku, cinta itu adalah segalanya: segala yang bernyawa, segala yang bersama, segala yang melengkapi, segala yang melindungi, segala yang saling bagi. Seperti burung jalak yang mematuki punggung kerbau di bawah terik matahari siang bolong. Seperti lebah yang mengantarkan serbuk sari satu bunga ke bunga lainnya. Seperti malam yang menunggu dengan setia datangnya matahari hingga berganti pagi. Seperti Tuhanmu yang memberimu segalanya tanpa perlu kau meminta. Segalanya. Segalanya dapat kau interpretasikan sebagai cinta. Cinta yang berbeda-beda bentuknya. Segala puisi cinta yang dibuat oleh penyair, seniman, budayawan, dan aktivis yang kusebut tadi dan yang ada di luar sana, kurasa benar ketika kau melihat cinta dari segala sisi. Cinta bukan hanya tentang menikah dengan orang yang kau cintai dan saling setia. Cinta bukan hanya tentang bunga atau coklat yang pacarmu berikan ketika Valentine. Cinta bukan hanya tentang menghabiskan malam minggu berdua. Cinta sungguh lebih dari itu. Cinta adalah segala yang membebaskan. Cinta adalah alasan dari perbuatan-perbuatan yang kau lakukan tanpa alasan. Dan cinta adalah yang selalu memberi tanpa sungkan dan pikir panjang. 

Cinta itu segalanya. Jangan pernah membatasi cinta, karena cinta yang sesungguhnya tidak akan pernah membatasimu.




Dari aku yang mencinta.

Sunday 1 February 2015

Pak Yos sang Tukang Pos

Teruntuk Pak Yos, di mana pun engkau berada.

Fajar bergelayut, matahari pelan-pelan turun, menerangi hari yang sedikit berawan. Sambil mengikat tali sepatuku, aku sesekali memperhatikan indahnya warna oranye segar yang pagi ini sang langit suguhkan. Aku selalu suka langit pagi, jingga dan birunya yang berpadu, membuatku semangat untuk menjalani hari.

Oh iya, namaku Tyas, aku murid sekolah menengah atas. Aku biasanya berangkat sekolah naik angkutan umum. Sebelum mencapai angkutan umum di pinggir jalan besar, aku harus jalan kaki dulu menuju ujung gang rumahku. Pagi itu, aku melihat tukang pos yang biasa berkeliling di sekitar rumahku, namanya Pak Yos. Aku bertemu dengannya setiap pagi ketika hendak berangkat sekolah. Ya, setiap pagi sejak aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Aku sendiri tidak tahu apa di tahun 2015 ini masih sebanyak itu orang yang berkomunikasi via surat sehingga membuat Pak Yos selalu mondar-mandir setiap hari.

Pagi itu, seperti biasa, dengan motor tua berwarna oranye, Pak Yos yang berjaket warna hitam kebesaran, kusapa ketika aku melewatinya. Ia dengan ramah membalasku dengan kalimat yang sama hampir setiap paginya. Biasanya ia membubuhkan sedikit kalimat penyemangat dan nasehat agar aku rajin dalam menjalankan kewajibanku sebagai siswa. Katanya, masa depan bangsa ini ada di tangan pemuda, jadi aku harus memulai dari diriku sendiri dulu untuk tekun mencari ilmu, kemudian aku akan dapat mengajak orang lain untuk tekun pula.

Pernah suatu ketika aku punya kesempatan untuk berbincang agak lama dengan Pak Yos, aku tahu bahwa ia hanya lebih muda beberapa tahun dari kakekku. Jadi aku tidak salah sangka waktu kukira Pak Yos tidak pantas lagi kupanggil Pak. Pak Yos tinggal bersama istri yang berjualan setiap hari di depan rumah mereka dan dua orang cucunya yang masih balita yang harus ia nafkahi setiap hari.

"Kasihan cucu-cucuku itu, ayahnya menikah lagi dan kabur setelah anakku meninggal." ujar Pak Yos dengan logat Jawanya yang kental ketika menceritakan alasan mengapa ia masih harus bekerja keras di usia senjanya.

Pak Yos pernah beberapa kali mengajakku berkunjung ke rumahnya. Ia bilang aku pasti akan suka dengan kedua orang cucunya karena mereka lucu-lucu. Namun ketika kutahu bahwa tempat tinggal Pak Yos lumayan jauh dari rumahku, aku mengurungkan niat itu, Ibu pasti tidak akan mengizinkanku, padahal aku sangat ingin.

Beberapa bulan lalu aku menghadapi Ujian Nasional. Ya, tak terasa waktu begitu cepat berlalu, dalam beberapa bulan status siswa yang kusandang selama dua belas tahun akan berganti menjadi mahasiswa. Pagi itu ketika hendak menghadapi UN, aku meminta doa pada Pak Yos yang kutemui ketika hendak berangkat ke sekolah, seperti biasanya.

"Jangan lupa baca bismillah, nduk, sebelum menjawab pertanyaannya. Bapak yakin kamu pasti bisa dapat nilai bagus nantinya." katanya begitu, sambil kuaminkan dalam hati.

Waktu berlalu, hari berganti hari, sampailah di hari ini, hari dimana aku diterima sebagai mahasiswa baru di fakultas keguruan salah satu universitas negeri di Jakarta. Aku mengambil fakultas keguruan karena setelah mendengar Pak Yos berkata bahwa aku harus mulai melakukan kewajiban sebagai penerus bangsa kemudian mengajak orang lain, aku merasa profesi yang mendekati itu adalah seorang guru, seorang pendidik. Aku bisa menyampaikan ilmuku yang masih sangat sedikit ini kepada calon-calon penerus bangsa lainnya. Jika menjadi guru pun membuatku ajan terus belajar akan hal-hal baru yang nantinya akan kusampaikan lagi pada mereka. Betapa mulianya seorang guru di mataku. Kebetulan, ibuku pun seorang guru sekolah dasar. Itu membuatku bangga berkali-kali lipat ketika aku diterima di fakultas keguruan ini.

Pagi ini aku hendak menyampaikan kabar gembira ini pada Pak Yos, namun lagi-lagi aku tak menemukannya. Ini sudah seminggu lamanya sejak terakhir kali aku bertemu Pak Yos. Aku sudah beberapa kali bertanya pada tetangga sekitar, tak ada satupun dari mereka yang tahu di mana keberadaan Pak Yos. Surat-surat untuk masyarakat sekitar rumahku pun kini telah diantarkan oleh tukang pos yang lain, berganti-ganti setiap hari.

Pak Yos, terima kasih telah menjadi sosok yang baik selama ini di setiap pagiku. Tak pernah sehari pun aku melupakan nasehat-nasehatmu tentang sekolah, tentang menjadi penerus bangsa, tentang menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, tentang apa saja. Aku ingin mengatakan bahwa aku akan berusaha mewujudkan nasehat-nasehatmu itu.

Pak Yos, aku merindukanmu, aku merindukan lantunan tembang Jawa yang keluar dari bibir keriputmu, aku merindukan senyuman tulus dari wajah lelahmu, aku rindu sapaan hangat dan ramahmu.

Pak Yos, di mana pun kau berada, aku akan mendoakan keselamatanmu. Tuhan pasti akan menjaga orang baik sepertimu.

Terima kasih, Pak Yos, terima kasih..


-Tyas