Tuesday 13 February 2018

Mendengarkan Musik Jazz

<span>Photo by <a href="https://unsplash.com/@lucalotar?utm_source=unsplash&amp;utm_medium=referral&amp;utm_content=creditCopyText">Luca Lo Tartaro</a> on <a href="https://unsplash.com/?utm_source=unsplash&amp;utm_medium=referral&amp;utm_content=creditCopyText">Unsplash</a></span>


Seperti biasa dan yang sudah-sudah, tidak pernah ada pertemuan yang benar-benar kita rencanakan. Mungkin hidup memang bukan soal kebetulan, tapi menemukan kamu adalah sebuah kebetulan dan mungkin kelak jadi pilihan yang akan selalu menyenangkan.

Kamu selalu datang tiba-tiba, di saat yang tak pernah bisa diduga. Seperti petir yang bergetar di langit siang hari tanpa ada pembuka hujan dan gejala alam lainnya, kamu muncul begitu saja tanpa dinyana. Lagi-lagi sebuah kebetulan yang sungguh menyenangkan untuk diterima dengan lapang dada.

Pada berbait-bait lirik musik jazz malam itu, kamu kembali muncul dengan warna bajumu yang selalu itu-itu saja. Menawarkan hal-hal baru tanpa kita perlu terlalu lelah untuk berusaha melakukan apa-apa. Apa-apa saja yang bukan kita dan tidak kita suka. Setelah berbait-bait lagu itu, kamu bertahan pada pilihanmu untuk tidak pulang. Menetap, berbaring di sebelahku, dengan tanganmu yang selalu berada di bawah bantal, entah sedang menggapai apa. Kamu yang pada malam itu begitu pulas bagai batu. Hanya ada napas-napas kita yang menderu, dan segala ketidakpastian yang kita abaikan, karena kita lebih memilih untuk terlelap dalam buaian dongeng-dongeng alam.Percayalah, berada di sebelahmu adalah cara tidur terbaik yang pernah ada. Memandangimu tidur adalah hal terbaik setelahnya.

Setelah berpuluh-puluh beratus-ratus cerita, kamu masih saja betah berlama-lama mendengar keluh kesah dan segala cerita dari mimpi-mimpi buruk saya. Tentang apa saja, tentang hal-hal yang terjadi di atas semesta. Termasuk kamu, dan segala jenis kombinasimu, yang ingin saya bekukan kemudian dibawa pulang. Kamu selalu berkata bahwa yang paling jahat adalah waktu, kini saya memahaminya. Tidak ada yang bisa diulang, tapi pernahkah kamu berpikir, apa mungkin pertemuan-pertemuan tanpa rencana ini sebenarnya adalah cara kita untuk mengulang cerita kemarin yang dengan mudah hilang ditelan waktu?